Grebeg Suro yang menampilkan berbagai potensi kebudayaan Kembali digelar di Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, mulai Selasa, 30 Juli 2024 hingga Sabtu, 3 Agustus 2024. Aneka macam pertunjukan kesenian akan ditampilkan dalam acara tersebut untuk mengangkat potensi yang ada. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan atau Disdikbud Wonogiri, Eko Sunarsono, mengatakan Grebeg Suro di Lapangan Desa Gunungsari, Jatisrono, itu sebagai wadah para seniman pertunjukan menampilkan karya-karya mereka di hadapan masyarakat.
Hal itu sebagaimana tema acara tersebut yakni Grebeg Suro 2024 Wonogiri Ndhudhah Potensi. Dia juga menyebut ada berbagai kegiatan pertunjukan kesenian dan kebudayaan dalam acara itu. Seperti dilansir Solopos.com, Grebeg Suro ini juga menampilkan pertunjukan tari-tarian dan musik keroncong. Pertunjukan drum band, marching band, Festival Kethek Ogleng SD, dan Festival Reog digelar pada hari kedua. Kemudian malam berikutnya ada pertunjukan karawitan anak-anak SD, kirab apem, dan pagelaran wayang kulit.
Pada Jumat, 2 Agustus 2024, sajian Kethek Ogleng anak-anak SMP akan memeriahkan acara tersebut. Pada hari terakhir, ada pengajian akbar sebagai penutup rangkaian acara Grebeg Suro itu.”Awalnya beberapa tahun lalu, Grebeg Suro di Kecamatan Jatisrono ini hanya berupa pengajian. Kemudian ini kami kemas lebih meriah dengan kegiatan-kegiatan pertunjukan kebudayaan. Tujuannya untuk mewadahi seniman-seniman potensial agar dapat tampil,” kata Eko saat dihubungi wartawan. Lebih lanjut, Eko menyebut kegiatan pertunjukan kebudayaan harus tetap berlangsung di tengah arus modernisasi. Sebab, melalui kesenian ini lah anak-anak bisa belajar kedisiplinan dan kepekaan sosial.
Dia menyebut pada pembukaan Grebeg Suro 2024 di Jatisrono, Wonogiri, ratusan hingga seribuan warga menonton acara tersebut. Hal itu menandakan masyarakat Wonogiri masih sangat komunal. Ini juga sekaligus menandakan kegiatan pertunjukan kebudayaan bisa menjadi kekuatan sosial masyarakat desa di Wonogiri. Melalui kesenian, warga desa saling terhubung, berbaur, dan berkomunikasi. Ini mempererat hubungan antarwarga. Di sisi lain, kesenian tradisional bisa membendung hal-hal buruk yang timbul dari perkembangan teknologi yang sangat pesat, seperti pengaruh media sosial dan sebagainya.
Camat Jatisrono, Trisnadi, menambahkan Grebeg Suro ini digelar rutin setiap tahun. Selain melestarikan kebudayaan lokal, kegiatan ini bertujuan menghidupkan usaha mikro kecil. Dalam kegiatan itu, banyak pelaku usaha mikro yang menggelar lapak dan menjual produk mereka. ”Roda perekonomian di desa bisa berputar. Ada putaran ekonomi di sana yang menghidupkan masyarakat. Yang tidak kalah penting, masyarakat senang,” ujarnya. (RSy)